Salam Pembuka

Selasa, 29 Januari 2013

Kepemimpinan Transformasional dan Kepemimpinan Transaksional

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebanyakan teori baru dari kepemimpinan transformasional terpengaruh oleh James McGregor Burns (1987). Burns membedakan antara kepemimpinan  transformasinal dengan kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan transformasional menyerukan nilai-nilai moral dari para pengikut dalam upayanya untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang
masalah etis dan untuk memobilisasi energi dan sumber daya mereka untuk mereformasi institusi. Kepemimpinan transaksional memotivasi para pengikut dengan menyerukan kepentingan pribadi mereka.  Pada intinya, kedua teori tersebut menjelaskan kepemimpinan sebagai sebuah proses mempengaruhi komitmen untuk sasaran bersama dan memberikan wewenang para pengikut untuk mencapainya. Namun dalam pembahasan ini,  kami akan megupas dua konsep kepemimpinan yaitu tranformasional dan transaksional beserta beberapa karakteristik dan perbedaannya secara rinci dan jelas.
B. Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah kepemimpinan transformasional itu?
2.      Bagaimanakah dengan pedoman kepemimpinan transformasional?
3.      Bagaimanakah kepemimpinan transaksional?
4.      Bagaimana karakteristik pemimpin transaksional dan transformasional?
5.      Bagaimana perbedaan model kepemimpinan transaksional dengan kepemimpinan transformasional?
6.      Bagaimanakah cakupan utuh model kepemimpinan?
C. Tujuan
1.      Mendeskripsikan kepemimpinan transformasional.
2.      Memahami pedoman kepemimpinan transformasional.
3.      Mendeskripsikan kepemimpinan transaksional.
4.      Mengetahui karakteristik pemimpin transaksional dan transformasional.
5.      Memahami perbedaan model kepemimpinan transaksional dengan kepemimpinan transformasional.
6.      Memahami dan mengetahui cakupan utuh model kepemimpinan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Kepemimpinan Transformasional
            Model kepemimpinan transformasional adalah model yang komprehensif yang menggunakan pendekatan normatif (Usman, 2009). Model ini lebih sentralistik, lebih mengarahkan, lebih mengontrol sistem. Model ini cenderung berbuat sewenang-wenang karena kepemimpinan yang kuat, berani berkorban sebagai pahlawan, karismatik, dan konsisten dengan teman sejawat dalam berbagai nilai-nilai dan kepentingan-kepentingan umum. Jika model ini berjalan optimal, maka model ini melibatkan stakeholders dalam mencapai tujuan.
Beberapa teori tentang kepemimpinan transformasional atau inspirasional didasarkan pada ide dari Burns (1978), tetapi telah ada lebih banyak penelitian empiris mengenai versi dari teori yang diformulasikan oleh Bass (1985,1996) dari pada versi lainnya. Inti dari teori itu adalah perbedaan antara kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional. Kedua jenis kepemimpinan itu didefinisikan dalam hal perilaku komponen yang digunakan untuk mempengaruhi para pengikut dan pengaruh dari pemimpin dari para pengikut.
            Dengan kepemimpinan transformasional, para pengikut merasakan kepercayaan, kekaguman, kesetiaan, dan penghormatan terhadap pemimpin dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih dari pada yang awalnya diharapkan dari mereka. Menurut Bass, pemimpin mengubah dan memotivasi para pengikut dengan:
1.      Membuat mereka lebih menyadari pentingnya hasil tugas
2.      Membujuk mereka untuk mementingkan kepentingan tim atau organisasi mereka dibandingkan dengan kepentingan pribadi dan
3.      Mengaktifkan kebutuhan mereka yang lebih tinggi.
Sebaliknya, kepemimpinan transaksional melibatkan sebuah proses pertukaran yang dapat menghasilkan kepatuhan pengikut akan permintaan pemimpin tetapi


tidak mungkin menghasilkan antuasisme dan komitmen terhadap sasaran tugas. Bagi Bass (1985), kepemimpinan transformasional dan transaksional itu berbeda tetapi bukan proses yang sama-sama eksklusifnya. Kepemimpinan transformasional lebih meningkatkan motivasi dan kinerja pengikut dibandingkan dengan kepemimpinan transaksional, tetapi pemimpin yang efektif menggunakan kombinasi dari kedua jenis kepemimpinan tersebut.

1. Perilaku Pemimpin
Perilaku pemimpin transformasional dan transaksional dijelaskan dalam hal dua kategori luas atas perilaku, yang masing-masing memiliki sub kategori khusus. Taksonominya terutama dikenali oleh analisis faktor dari kuesioner gambaran perilaku yang disebut “Multifactor Leadership Questionnaire” (MLQ/ Kuesioner Kepemimpinan Multifaktor). Formulasi asli teori tersebut (Bass, 1985) meliputi tiga jenis perilaku transformasional: pengaruh ideal, stimulasi intelektual dan pertimbangan individual. Pengaruh ideal adalah perilaku yang membangkitkan emosi dan identifikasi yang kuat dari pengikut terhadap pemimpin. Stimulasi intelektual adalah perilaku yang meningkatkan kesadaran pengikut akan permasalahan dan mempengaruhi para pengikut untuk memandang masalah dari perspektif yang baru. Pertimbangan individual meliputi pemberian dukungan, dorongan, dan pelatihan bagi pengikut. Sebuah revisi dari teori itu telah menambahkan perilaku transformasional lainnya yang disebut “motivasi inspirasional” yang meliputi penyampaian visi yang menarik dengan menggunakan simbol untuk memfokuskan upaya bawahan dan membuat model perilaku yang tepat (Bass dan Avolio, 1990).
            Formulasi awal dari teori meliputi dua jenis perilaku transaksional: penghargaan yang berhubungan dan manajemen pasif dengan pengecualian. Perilaku penghargaan yang berhubungan meliputi klarifikasi pekerjaan yang dibutuhkan untuk mendapatkan penghargaan dan penggunaan insentif dan penghargaan yang berhubungan untuk mempengaruhi motivasi. Manajemen pasif dengan pengecualian meliputi penggunaaan hukuman ya ng berhubungan dan tindakan korektif lainnya sebagai respons atas penyimpangan dari standar kinerja yang diterima. Perilaku transaksional lainnya disebut “manajemen aktif dengan pengecualian” telah ditambahkan dalam versi terbaru (Bass dan Avolio, 1990). Perilaku ini didefinisikan dalam hal mencari kesalahan dan melaksanakan peraturan untuk menghindari kesalahan.
            Versi yang lebih baru dari teori ini juga meliputi laissez-faire, yaitu perilaku yang memperlihatkan pengabaian pasif atas tugas dan bawahan. Kategori perilaku ini paling baik dijelaskan sebagai tidak adanya kepemimpinan yang efektif bukannya sebagai sebuah contoh dari kepemimpinan transaksional.

2. Proses Mempengaruhi
Proses mempengaruhi yang mendasari bagi kepemimpinan transaksional dan transformasional tidak dijelaskan dengan jelas, tetapi mereka dapat disimpulkan dari gambaran perilaku dan pengaruhnya pada motivasi pengikut. Proses mempengaruhi yang utama bagi kepemimpinan transaksional barang kali merupakan kepatuhan instrumental. Kepemimpinan transformasional barang kali melibatkan internalisasi karena motivasi inspirasional meliputi pengucapan visi yang menarik yang menghubungkan sasaran tugas dengan nilai-nilai dan idealisme pengikut. Kepemimpinan transformasional juga terlihat melibatkan identifikasi pribadi karena pengaruh ideal menghasilkan atribusi kharisma oleh pengikut kepada pemimpin. Menurut Bass “kharisma merupakan unsur kepemimpinan transformasional yang dibutuhkan, tetapi dirinya sendiri tidaklah mencukupi bagi proses transformasional”.

3. Kondisi yang Memudahkan
Menurut Bass kepemimpinan transformasional dianggap efektif dalam situasi atau budaya apapun. Teori ini tidak menyebutkan suatu kondisi dimana kepemimpinan transformasional autentik tidak relevan atau tidak efektif. Untuk mendukung posisi ini hubungan positif antara kepemimpinan transformasional dengan efektifitas telah ditiru oleh banyak pemimpin yang berada pada tingkatan otoritas yang berbeda, dalam jenis organisasi yang berbeda dan dalam beberapa Negara berbeda (Bass, 1997). Kriteria dari efektifitas kepemimpinan telah meliputi berbagai jenis ukuran berbeda. Bukti-bukti mendukung kesimpulan bahwa dalam sebagian besar, jika bukan semua situasi, beberapa aspek kepemimpinan transformasional adalah relevan. Namun, relevansi universal tidak berarti bahwa kepemimpinan transformasional sama efektifnya dalam semua situasi atau sama-sama mungkin terjadi. Sejumlah variabel situasional dapat memperbesar kemungkinan kepemimpinan transformasional atau menguatkan pengaruhnya pada pengikut. Contohnya meliputi sebuah lingkungan yang tidak stabil, sebuah struktur organik (bukannya birokrasi mekanistik), budaya pengusaha, dan dominasi dari unit perluasan batasan atas inti teknis.

B. Pedoman untuk Kepemimpinan Transformasional
Walaupun masih banyak hal yang harus dipelajari mengenai kepemimpinan transformasional, terdapat cukup banyak pemusatan pandangan dalam temuan-temuan dari jenis penelitian berbeda untuk menyatakan menyatakan beberapa pedoman tentatif bagi para pemimpin yang berusaha untuk menginspirasikan dan memotivasi pengikut. Pedoman itu didasarkan pada teori dan temuan penelitian yang meliputi:
1.      Menyatakan misi yang jelas dan menarik
Para pemimpin transformasional memperkuat visi yang ada atau membangun komitmen terhadap visi baru. Sebuah visi yang jelas mengenai apa yang dapat dicapai organisasi atau akan jadi apakah sebuah organisasi itu akan membantu orang untuk memahami tujuan, sasaran dan prioritas dari organisasi. Hal ini memberikan makna pada pekerjaan, berfungsi sebagai sebuah sumber keyakinan diri dan memupuk rasa tujuan bersama. Akhirnya, visi membantu memandu tindakan dan keputusan dari setiap anggota organisasi, yang amatlah berguna saat orang-orang atau kelonpok diberikan otonomi dan keleluasaan yang cukup besar dalam keputusan ke pekerjaan mereka.
Keberhasilan dari sebuah visi bergantung pada bagaimana baiknya hal ini disampaiakan kepada orang. Hal ini harus disampaikan berulang kali pada setiap kesempatan dan dalam cara-cara yang berbeda. Bertemu dengan orang-orang secara langsung untuk menjelaskan visi itu dan menjawab pertanyaan tentangnya. Barangkali lebih efektif daripada bentuk komunikasi lainnya. Saat digunakan bentuk komunikasi yang tidak terlalu interaktif  (misalnya, surat atau pesan email kepada pengikut, artikel newsletter, konferensi berita yang disiarkan ditelevisi, pidato yang direkam di kaset video), amatlah berguna untuk memberikan kesempatan kepada pengikut untuk mengajukan pertanyaan setelahnya (misalnya, menggunakan email, hotline, pertemuan terbuka, atau kunjungan ke pertemuan Departemen). Aspek ideologis dari sebuah visi dapat dikomunikasikan dengan lebih jelas dan persuasif dengan bahasa emosional yang pernuh warna yang meliputi perumpamaan yang hidup, metafora, anekdot, cerita, simbol dan slogan. Metafora dan analogi amatlah efektif saat membangkitkan imajinasi dan melibatkan para pendengarnya dalam upaya untuk memahaminya. Anekdot dan cerita lebih efektif jika mereka lebih efektif jika mereka meminta simbol yang memiliki akar budaya yang dalam, seperti pahlawan legendaries, tokoh yang keramat dan cobaan berat dan kemenangan historis. Gaya berbicara yang dramatis dan ekspresif memperbesar penggunaan bahasa yang penuh warna dalam melakukan daya tarik emosional. Pendirian dan intensitas perasaan disampaikan dengan suara si pembaca, ekspresi wajah, sikap dan gerak tubuh. Penggunaan sajak, ritme dan pengulangan kata-kata dan kalimat penting dapat membuat visi tersebut menjadi lebih berwarna dan menarik.
2.      Menjelaskan bagaimana visi tersebut dapat dicapai
Tidaklah cukup hanya menyampaikan sebuah visi yang menarik; pemimpin juga harus meyakinkan para pengikut bahwa visi itu memungkinkan. Amatlah penting untuk membuat hubungan yang jelas antara visi itu dengan sebuah strategi yang dapat dipercaya untuk mencapainya. Hubungan ini lebih mudah dibangun jika strateginya memiliki beberapa tema jelas yang relevan dengan nilai bersama dari para anggota organisasi (Nadler, 1998). Tema-tema memberikan label untuk membantu orang memahami hal-hal dan permasalahan. Jumlah tema haruslah cukup banyak untuk memfokuskan perhatian pada permasalahan penting, tetapi tidak terlalu besar hingga menyababkan kebingungan dan membuang energi. Tidak terlalu perlu untuk menyajikan sebuah rencana yang teliti dengan langkah tindakan yang rinci. Para pemimpin tidak boleh berpura-pura mengetahui semua jawaban tentang bagaimana mencapai visi itu, tetapi malahan harus member tahu para pengikut bahwa mereka akan memiliki sebuah peran penting dalam menemukan tindakan khusus apa yang diperlukan. Strategi untuk mencapai visi itu paling mungkin berbentuk persuasif  saat strateginya tidak konvensional namun terus terang. Jika sederhana atau konvensional strategi itu tidak akan mendatangkan keyakinan ada pemimpin, khususnya saat terdapat sebuah krisis.
3.      Bertindak secara rahasia dan optimis
Para pengikut tidak akan meyakini sebuah visi kecuali pemimpinnya memperlihatkan keyakinan diri dan pendirian. Adalah penting untuk tetap optimis tentang kemungkinan keberhasilan kelompok itu dalam mencapai visinya, khususnya di hadapan halangan dan kemunduran sementara. Keyakinan dan optimisme seorang manajer dapat amat menular. Amatlah baik untuk menekankan pada apa yang telah dicapai  sejauh ini daripada berapa banyak lagi yang harus dilakukan. Amatlah baik untuk menekankan pada apa yang telah dicapai sejauh ini daripada berapa banyak lagi yang harus dilakukan. Amatlah baik untuk menekankan aspek positif dari visi itu daripada halangan dan bahaya yang akan dihadapi. Keyakinan diperlihatkan baik dalam perkataan maupun tindakan. Kurangnya keyakinan diri dicerminkan dalam bahasa yang tentatif dan beberapa isyarat non verbal.
4.      Memperlihatkan keyakinan terhadap pengikut
Pengaruh yang memberikan motivasi dari sebuah visi tergantung pada dimana bawahan  yakin akan kemampuan mereka untuk mencapainya. Penelitian mengenai “pengaruh Pygmalion” menemukan bahwa orang memiliki kinerja yang lebih baik saat seorang pemimpin memiliki harapan yang tinggi bagi mereka dan memperlihatkan keyakinan terhadap mereka. Terdapat kebutuhan yang lebih besar untuk memupuk keyakinan dan optimism dalam diri mereka sendiri. Jika tepat, pemimpin harus mengingatkan para pengikut tentang bagaimana para pengikut dapat mengatasi halangan untuk mencapai kemenangan sebelumnya. Jika mereka tidak pernah berhasil pemimpin dapat membuat sebuah analogi antar situasi saat ini dengan keberhasilan dari tim atau unit organisatoris serupa.
5.      Menggunakan tindakan dramatis dan simbolis untuk menekankan nilai-nilai penting
Sebuah visi diperkuat dengan perilaku kepemimpinan yang konsisten dengannya. Perhatian akan nilai atau sasaran diperlihatkan dengan cara bagaimana seorang manajer menghabiskan waktunya, dengan keputusan alokasi sumber daya yang dibuat saat terdapat pertukaran antar sasaran, dengan pertanyaan yang ditanyakan manajer, dan dengan tindakan apa yang dihargai oleh manajer tersebut. Tindakan dramatis dan jelas terlihat merupakan cara efektif untuk menekankan nilai penting.
Tindakan simbolis untuk mencapai sebuah sasaran penting atau mempertahankan sebuah nilai penting akan lebih mungkin memberikan pengaruh saat manajer itu membuat resiko kerugian pribadi yang cukup besar, membuat pengorbanan diri, atau melakukan hal-hal yang tidak konvensional. Pengaruh dari tindakan simbolis makin meningkat saat mereka menjadi subjek dari cerita dan mitos yang tersebar di antara para anggota organisasi dan diceritakan kembali terus menerus secara bertahun-tahun kepada karyawan baru.
6.      Memimpin dengan memberikan contoh
Satu cara seorang pemimpin dapat mempengaruhi komitmen bawahan adalah dengan menetapkan sebuah contoh dari perilaku yang dapat dijadikan contoh dalam interaksi keseharian dengan bawahan. Memimpin dengan memberikan contoh terkadang disebut “pembuatan model peran”. Ini amatlah penting untuk tindakan yang tidak menyenangkan, berbahaya, tidak konvensional, atau kontroversial.  Seorang manajer yang meminta bawahan untuk mengamati standar tertentu juga harus mengamati standar yang sama. Seorang manajer yang meminta bawahan untuk membuat pengorbanan khusus harus menetapkan sebuah contoh dengan melakukan hal yang sama. Beberapa pemimpin militer yang paling inspirasional adalah orang-orang yang memimpin orang-orang mereka di peperangan dan bersama-sama menghadapi bahaya dan keadaan sulit bukannya tinggal di belakang yang relatif aman dan nyaman. Sebuah contoh negatif diberikan oleh para eksekutif dalam perusahaan besar yang mengalami kesulitan keuangan. Setelah meminta karyawan untuk menangguhkan kenaikan gaji yang diharapkan, para eksekutif menghargai diri mereka sendiri dengan bonus yang besar. Tindakan ini menciptakan perlawanan di antara karyawan dan merendahkan kesetian mereka kepada organisasi dan komitmen kepada misinya. Sebuah pendekatan yang lebih efektif adalah menetapkan sebuah contoh dengan memotong bonus untuk manajemen puncak sebelum meminta  pengorbanan dari karyawan lain.
7.      Memberikan kewenangan kepada orang-orang untuk mencapai visi itu
Sebuah bagan penting dari kepemimpinan transformasional adalah memberikan kewenangan kepada orang-orang untuk mencapai visi itu. Pemberian kewenangan berarti mendelegasikan kewenangan untuk keputusan tentang bagaimana melakukan pekerjaan kepada orang-orang dan tim. Ini berarti meminta orang untuk menentukan sendiri cara terbaik untuk menetapkan strategi atau mencapai sasaran, bukannya memberitahu mereka secara rinci tentang apa yang harus dilakukan. Ini berarti mendorong bawahan untuk mengusulkan solusi masalah dan mendukung bawahan yang memegang tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah itu sendiri.  Memberikan kewenangan juga berarti mengurangi halangan birokrasi atas bagaimana pekerjaan itu  dilakukan sehingga orang memiliki lebih banyak keleluasaan. Akhirnya, memberikan kewenangan berarti memberikan sumber daya yang memadai bagi bawahan untuk menjalankan sebuah tugas dimana mereka diberikan tanggung jawab.

C. Kepemimpinan Transaksional (Erdiyansah, 2010)
Model kepemimpinan transaksional adalah hubungan antara pemimpin dengan pengikut berdasarkan kesepakatan nilai atau proses pertukaran (transaksi uang). Transaksi ini diharapkan menguntungkan kedua belah pihak.
Bass mengemukakan bahwa hubungan pemimpin transaksional dengan karyawan tercermin dari tiga hal yakni:
1.      Pemimpin mengetahui apa yang diinginkan karyawan dan menjelasakan apa yang akan mereka dapatkan apabila kerjanya sesuai dengan harapan;
2.      Pemimpin menukar usaha-usaha yang dilakukan oleh karyawan dengan imbalan; dan
3.      Pemimpin responsif terhadap kepentingan pribadi karyawan selama kepentingan tersebut sebanding dengan nilai pekerjaan yang telah dilakukan karyawan.
Karakteristik kepemimpinan transaksional ditunjukkan dengan prilaku atasan sebagai berikut (Bass dalam Robbins – Judge, 2008) :
1.      Imbalan  Kontingen  (Contingensi  Reward).  Pemimpin  melakukan kesepakatan  tentang  hal-hal  apa  saja  yang  dilakukan  oleh  bawahan dan  menjanjikan  imbalan  apa  yang  akan  diperoleh  bila  hal  tersebut dicapai.
2.      Manajemen  dengan  pengecualian / eksepsi Aktif (Active Manajemen  By  exception).  Pada manajemen eksepsi aktif pemimpin memantau deviasi dari standar yang telah ditetapkan  dan  melakukan  tindakan  perbaikan, serta melakukan tindakan perbaikan.
3.      Manajemen  dengan  pengecualian / eksepsi pasif (Pasive Manajemen  By  exception).  Pada manajemen eksepsi pasif pemimpin melakukan tindakan jika standar tidak tercapai.



Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja adalah sesuatu perasaan yang dimiliki masing2 individu khususnya dalam menilai kerja. Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual, setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan tersebut, dengan demikian kepuasan merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja.
Kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang menyokong atau tidak menyokong diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun dengan kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upah atau gaji yang diterima, kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan pegawai lainnya, penempatan kerja,jenis pekerjaan, struktur organisasi perusahaan, mutu pengawasan. Sedangkan perasaan yang berhubungan dengan dirinya, antara lain umur, kondisi kesehatan, kemampuan, pendidikan.

D. Karakteristik Pemimpin Transaksional dan Transformasional
Pemimpin transaksional  (transactional leaders) mengarahkan atau memotivasi bawahannya menjadi pada tujuan  yang telah ditetapkan dengan cara memperjelas peran dan tugas mereka. Pemimpin transformasional (transformational leaders) menginspirasi para bawahannya untuk menyampingkan kepentingan pribadi mereka demi kebaikan organisasi dan mereka mampu memiliki pengaruh yang luar biasa pada diri para bawahannya. Pemimpin transformasional menaruh perhatian terhadap kebutuhan pengembangan diri bawahannya, mengubah kesadaran atas isu-isu yang ada dengan cara membantu orang lain memandang masalah lama dengan cara baru, serta mampu menyenangkan hati dan menginspirasi bawahannya untuk bekerja keras guna mencapai tujuan-tujuan bersama.

Karakteristik pemimpin transaksional dan transformasional (Robbin, 2008)
1. Pemimpin transaksional
Penghargaan bersyarat: menjalankan pertukaran kontraktual antara penghargaan dan usaha, menjanjikan penghargaan untuk kinerja yang bagus, dan mengakui  pencapaian yang diperoleh. Manajemen dengan pengecualian (aktif): mengamati dan mencari penyimpangan dari aturan-aturan dan standar, serta melakukan tindakan perbaikan. Manajemen dengan pengecualian (pasif): dilakukan hanya jika standar tidak tercapai. Laissez-Faire: melepaskan tanggung jawab dan menghindari pengambilan keputusan.
2. Pemimpin transformasional
Pengaruh yang ideal: memberikan visi dan misi, menanamkan kebanggaan, serta mendapatkan respek dan kepercayaan. Motivasi yang inspirasional: mengomunikasikan ekspektasi yang tinggi, menggunakan simbol-simbol untuk berfokus pada upaya, dan menyatakan tujuan-tujuan penting secara sederhana. Stimulasi intelektual: meningkatkan kecerdasan, rasionalitas, dan pemecahan masalah yang cermat. Pertimbangan yang bersifat individual: memberikan perhatian pribadi, memperlakukan masing-masing karyawan secara individual, serta melatih dan memberikan saran.
Kepemimpinan transaksional dan transformasional hendaknya tidak dipandang sebagai pendekatan yang saling bertentangan. Kedua jenis kepemimpinan ini saling melengkapi, tetapi tidak berarti keduanya sama penting. Kepemimpinan transformasional lebih unggul daripada kepemimpinan transaksional.

E.Perbedaan Antara Kepemimpinan Transformasinal dengan Kepemimpinan  Transaksional (Muhtar, 2010)
Menurut para ahli setidaknya terdapat dua gaya kepemimpinan, kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan transformasional. Kedua jenis ini mempunyai cara pengertian yang berbeda, yang pada gilirannya akan mewujud dalam sistem dan praktik yang berbeda. Kepemimpinan transformasional adalah sebuah proses yang memotivasi orang dengan menarik cita-cita dan nilai moral yang lebih tinggi, mendefinisikan dan mengartikulasikan visi masa depan dan membentuk basis kredibilitas. Sebaliknya, kepemimpinan transaksional berdasarkan pada standar birokrasi dan organisasi. Perbedaan antara gaya kepemimpinan transfomasional dan transaksional dapat didefinisikan dengan menyebut gaya transformasional sebagai pemimpin inovasi dan gaya transaksional sebagai manajer perencanaan dan kebijakan. Pandangan lain adalah bahwa gaya transformasional mencipakan jalur baru dalam sebuah organisasi, sementara gaya transaksional tergantung pada struktur yang ada. Sedangkan gaya transaksional menggunakan kekuasaan dan kewewenangan yang telah ada pada organisasi, pemimpin transformasional memotivasi orang untuk bekerja demi tujuan baru yang lebih besar dan menciptakan perubahan. Kepemimpinan transaksional sebaiknya berada pada jaringan kekuasaan; akan tetapi, kepemimpinan transformasional memberikan motivasi yang lebih tinggi dan menambahkan kualitas hidup pada orang dan organisasi. Kepemimpinan trasformasional memberikan karakteristik yang menghasilkan tenaga yang memicu perubahan baru bagi organisasi, yang tidak dapat di hasilkan pada kepemimpinan  transaksional. Pemimpin transformasional yang bagus menggunakan kewenangan dan kekuasaan untuk memberikan semangat dan motivasi orang agar percaya dan mengikuti teladannya.

F. Cakupan Utuh Model Kepemimpinan
Laissez-faire adalah model yang paling pasif dan karena itu merupakan perilaku pemimpin yang paling tidak efektif. Para pemimpin yang menggunakan gaya ini jarang dianggap efektif. Manejemen dengan pengecualian entah aktif ataukah pasif sedikit lebih baik daripada Laissez-faire, tetapi masih dianggap tipe kepemimpinan yang tidak efektif. Pemimpin yang menerapkan manajemen dengan pengecualian cenderung hanya memberikan reaksi saat ada masalah, yang seringkali sudah terlambat.
Kepemimpinan yang memberikan penghargaan bersyarat bisa menjadi gaya kepemimpinan yang efektif. Namun, pemimpin seperti ini tidak bisa mendorong bawahannya untuk brekerja di luar cakupan tugasnya. Hanya dengan empat gaya kepemimpinan yang lain semuanya merupakan aspek dari kepemimpinan transformasional, pemimpin bisa memotivasi karyawan untuk bekerja di atas ekspektasi dan mengorbankan kepentingan pribadi mereka demi kepentingan organisasi. Perhatian individual, stimulasi intelektual, motivasi inspirasional dan pengaruh yang ideal, seluruhnya mendorong bawahan untuk bekerja lebih keras, meningkatkan produktivitas, memiliki moral kerja serta kepuasan kerja yang lebih tinggi, meninggikan efektivitas organisasi, meminimalkan perputaarn karyawan, menurunkan tingkat kehadiran, dan memiliki kemampuan menyesuaikan diri secara organisasional yang lebih tinggi. Berdasarkan model ini, pemimpn umumnya paling efektif bila mereka secara rutin menerapkan masing-masing dari keempat perilaku transformasional.



BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Beberapa definisi kepemimpinan menggambarkan asumsi bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang, baik individu maupun kelompok. Seorang pemimpin adalah seorangyang aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan percobaan dan memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama. Teori kepemimpinan adalah penggeneralisasian satu seni perilaku pemimpin di konsep kepemimpinannya dengan menonjolkan latar belakang sejarah kepemimpinan, sebab munculnya pemimpin, tipe dan gaya kepemimpinan serta syarat-syarat kepemimpinan. Karakteristik seorang pemimpin didasarkan padaa prinsip-prinsip belajar seumur hidup, berorientasi pada pelayanan dan membawa energi positif. Tujuan manajemen dapat tercapai jika organisasi memiliki pemimpin yang handal. Serta bagaimana kita menggunakan teori dan konsep kepemimpinan, sehingga tercipta pembangunan yang efektif dan good governance dapat terwujud.


DAFTAR RUJUKAN

 

Erdiyansah. 2010. Kepemimpinan Transformasional dan Kepemimpinan Transaksional, Pengaruhnya  terhadap Kepuasan Kerja Pegawai, (Online), (http://kepemimpinantrnsformasionaldan kepemiminantransaksional,pengaruhnyatehadapkepuasan keja pegawaiisokunikilblog.html), diakses 14 September 2012.
Muhtar, Muhamad Juaini. 2010. Kepemimpinan Transformasional dan Kepemimpinan Transaksional (Belajar Menjadi Seorang Pemimpin yang Bijak, (Online), (http://kepemimpinantransformasionaldankepemimpinantransaksional(belajarmenjadiseorangpemimpinangbijak)layarstonekampungmedia.html), diakses 14 September 2012.
Robbin, Stephen P. 2008. Perilaku Organisasi: Organizational Behavior. Jakarta: Salemba Empat.
Usman, Husaini. 2009. Manajemen Teori, Praktik dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Yukl, Gary. 2010. Kepemimpinan dalam Organisasi Edisi Kelima (Leadership in Organization). New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

1 komentar:

  1. assalamualaikum mba Indri saya Eneng Sri Mulyani. ada kesaamaan mengenai judul penelitiannya dengan tugas yang sedang saya buat. ada beberapa hal yang ingin saya tanya kepada mba Indri. jika bersedia membantu saya, ini alamat email saya "mulyani_bayan@yahoo.com" saya tunggu untuk emailnya . terima kasi banyak

    BalasHapus