BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebanyakan teori baru dari kepemimpinan transformasional
terpengaruh oleh James McGregor Burns (1987). Burns membedakan antara
kepemimpinan transformasinal dengan
kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan transformasional menyerukan nilai-nilai
moral dari para pengikut dalam upayanya untuk meningkatkan kesadaran mereka
tentang
masalah etis dan untuk memobilisasi energi dan sumber daya mereka untuk mereformasi institusi. Kepemimpinan transaksional memotivasi para pengikut dengan menyerukan kepentingan pribadi mereka. Pada intinya, kedua teori tersebut menjelaskan kepemimpinan sebagai sebuah proses mempengaruhi komitmen untuk sasaran bersama dan memberikan wewenang para pengikut untuk mencapainya. Namun dalam pembahasan ini, kami akan megupas dua konsep kepemimpinan yaitu tranformasional dan transaksional beserta beberapa karakteristik dan perbedaannya secara rinci dan jelas.
masalah etis dan untuk memobilisasi energi dan sumber daya mereka untuk mereformasi institusi. Kepemimpinan transaksional memotivasi para pengikut dengan menyerukan kepentingan pribadi mereka. Pada intinya, kedua teori tersebut menjelaskan kepemimpinan sebagai sebuah proses mempengaruhi komitmen untuk sasaran bersama dan memberikan wewenang para pengikut untuk mencapainya. Namun dalam pembahasan ini, kami akan megupas dua konsep kepemimpinan yaitu tranformasional dan transaksional beserta beberapa karakteristik dan perbedaannya secara rinci dan jelas.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah
kepemimpinan transformasional itu?
2.
Bagaimanakah dengan
pedoman kepemimpinan transformasional?
3.
Bagaimanakah
kepemimpinan transaksional?
4.
Bagaimana
karakteristik pemimpin transaksional dan transformasional?
5.
Bagaimana perbedaan
model kepemimpinan transaksional dengan kepemimpinan transformasional?
6.
Bagaimanakah
cakupan utuh model kepemimpinan?
C. Tujuan
1.
Mendeskripsikan
kepemimpinan transformasional.
2.
Memahami pedoman
kepemimpinan transformasional.
3.
Mendeskripsikan
kepemimpinan transaksional.
4.
Mengetahui
karakteristik pemimpin transaksional dan transformasional.
5.
Memahami perbedaan
model kepemimpinan transaksional dengan kepemimpinan transformasional.
6.
Memahami dan
mengetahui cakupan utuh model kepemimpinan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kepemimpinan
Transformasional
Model kepemimpinan transformasional
adalah model yang komprehensif yang menggunakan pendekatan normatif (Usman, 2009). Model ini lebih
sentralistik, lebih mengarahkan, lebih
mengontrol sistem.
Model ini cenderung berbuat sewenang-wenang karena kepemimpinan yang kuat,
berani berkorban sebagai pahlawan, karismatik, dan konsisten dengan teman
sejawat dalam berbagai nilai-nilai dan kepentingan-kepentingan umum. Jika model
ini berjalan optimal, maka model ini melibatkan stakeholders dalam mencapai tujuan.
Beberapa
teori tentang kepemimpinan transformasional atau inspirasional didasarkan pada
ide dari Burns (1978), tetapi telah ada lebih banyak penelitian empiris
mengenai versi dari teori yang diformulasikan oleh Bass (1985,1996) dari pada
versi lainnya. Inti dari teori itu adalah perbedaan antara kepemimpinan
transformasional dan kepemimpinan transaksional. Kedua jenis kepemimpinan itu didefinisikan
dalam hal perilaku komponen yang digunakan untuk mempengaruhi para pengikut dan
pengaruh dari pemimpin dari para pengikut.
Dengan kepemimpinan
transformasional, para pengikut merasakan kepercayaan, kekaguman, kesetiaan,
dan penghormatan terhadap pemimpin dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih
dari pada yang awalnya diharapkan dari mereka. Menurut Bass, pemimpin mengubah
dan memotivasi para pengikut dengan:
1. Membuat
mereka lebih menyadari pentingnya hasil
tugas
2. Membujuk
mereka untuk mementingkan kepentingan tim atau organisasi mereka dibandingkan
dengan kepentingan pribadi dan
3. Mengaktifkan
kebutuhan mereka yang lebih tinggi.
Sebaliknya,
kepemimpinan transaksional melibatkan sebuah proses pertukaran yang dapat
menghasilkan kepatuhan pengikut akan permintaan pemimpin tetapi
tidak
mungkin menghasilkan antuasisme dan komitmen terhadap sasaran tugas. Bagi Bass
(1985), kepemimpinan transformasional dan transaksional itu berbeda tetapi
bukan proses yang sama-sama eksklusifnya. Kepemimpinan transformasional lebih
meningkatkan motivasi dan kinerja pengikut dibandingkan dengan kepemimpinan
transaksional, tetapi pemimpin yang efektif menggunakan kombinasi dari kedua
jenis kepemimpinan tersebut.
1. Perilaku
Pemimpin
Perilaku
pemimpin transformasional dan transaksional dijelaskan dalam hal dua kategori
luas atas perilaku, yang masing-masing memiliki sub kategori khusus.
Taksonominya terutama dikenali oleh analisis faktor dari kuesioner gambaran
perilaku yang disebut “Multifactor
Leadership Questionnaire” (MLQ/ Kuesioner Kepemimpinan Multifaktor).
Formulasi asli teori tersebut (Bass, 1985) meliputi tiga jenis perilaku
transformasional: pengaruh ideal, stimulasi intelektual dan pertimbangan individual.
Pengaruh ideal adalah perilaku yang membangkitkan emosi dan identifikasi yang
kuat dari pengikut terhadap pemimpin. Stimulasi intelektual adalah perilaku
yang meningkatkan kesadaran pengikut akan permasalahan dan mempengaruhi para
pengikut untuk memandang masalah dari perspektif yang baru. Pertimbangan
individual meliputi pemberian dukungan, dorongan, dan pelatihan bagi pengikut.
Sebuah revisi dari teori itu telah menambahkan perilaku transformasional
lainnya yang disebut “motivasi inspirasional” yang meliputi penyampaian visi
yang menarik dengan menggunakan simbol untuk memfokuskan upaya bawahan dan
membuat model perilaku yang tepat (Bass dan Avolio, 1990).
Formulasi awal dari teori meliputi
dua jenis perilaku transaksional: penghargaan yang berhubungan dan manajemen
pasif dengan pengecualian. Perilaku penghargaan yang berhubungan meliputi
klarifikasi pekerjaan yang dibutuhkan untuk mendapatkan penghargaan dan
penggunaan insentif dan penghargaan yang berhubungan untuk mempengaruhi
motivasi. Manajemen pasif dengan pengecualian meliputi penggunaaan hukuman ya
ng berhubungan dan tindakan korektif lainnya sebagai respons atas penyimpangan
dari standar kinerja yang diterima. Perilaku transaksional lainnya disebut
“manajemen aktif dengan pengecualian” telah ditambahkan dalam versi terbaru
(Bass dan Avolio, 1990). Perilaku ini didefinisikan dalam hal mencari kesalahan
dan melaksanakan peraturan untuk menghindari kesalahan.
Versi yang lebih baru dari teori ini
juga meliputi laissez-faire, yaitu
perilaku yang memperlihatkan pengabaian pasif atas tugas dan bawahan. Kategori
perilaku ini paling baik dijelaskan sebagai tidak adanya kepemimpinan yang
efektif bukannya sebagai sebuah contoh dari kepemimpinan transaksional.
2. Proses
Mempengaruhi
Proses
mempengaruhi yang mendasari bagi kepemimpinan transaksional dan
transformasional tidak dijelaskan dengan jelas, tetapi mereka dapat disimpulkan
dari gambaran perilaku dan pengaruhnya pada motivasi pengikut. Proses
mempengaruhi yang utama bagi kepemimpinan transaksional barang kali merupakan
kepatuhan instrumental. Kepemimpinan transformasional barang kali melibatkan
internalisasi karena motivasi inspirasional meliputi pengucapan visi yang
menarik yang menghubungkan sasaran tugas dengan nilai-nilai dan idealisme
pengikut. Kepemimpinan transformasional juga terlihat melibatkan identifikasi
pribadi karena pengaruh ideal menghasilkan atribusi kharisma oleh pengikut
kepada pemimpin. Menurut Bass “kharisma merupakan unsur kepemimpinan
transformasional yang dibutuhkan, tetapi dirinya sendiri tidaklah mencukupi
bagi proses transformasional”.
3. Kondisi
yang Memudahkan
Menurut
Bass kepemimpinan transformasional dianggap efektif dalam situasi atau budaya
apapun. Teori ini tidak menyebutkan suatu kondisi dimana kepemimpinan
transformasional autentik tidak relevan atau tidak efektif. Untuk mendukung
posisi ini hubungan positif antara kepemimpinan transformasional dengan
efektifitas telah ditiru oleh banyak pemimpin yang berada pada tingkatan
otoritas yang berbeda, dalam jenis organisasi yang berbeda dan dalam beberapa
Negara berbeda (Bass, 1997). Kriteria dari efektifitas kepemimpinan telah
meliputi berbagai jenis ukuran berbeda. Bukti-bukti mendukung kesimpulan bahwa
dalam sebagian besar, jika bukan semua situasi, beberapa aspek kepemimpinan
transformasional adalah relevan. Namun, relevansi universal tidak berarti bahwa
kepemimpinan transformasional sama efektifnya dalam semua situasi atau
sama-sama mungkin terjadi. Sejumlah variabel situasional dapat memperbesar
kemungkinan kepemimpinan transformasional atau menguatkan pengaruhnya pada
pengikut. Contohnya meliputi sebuah lingkungan yang tidak stabil, sebuah
struktur organik (bukannya birokrasi mekanistik), budaya pengusaha, dan
dominasi dari unit perluasan batasan atas inti teknis.
B. Pedoman
untuk Kepemimpinan
Transformasional
Walaupun
masih banyak hal yang harus dipelajari mengenai kepemimpinan transformasional,
terdapat cukup banyak pemusatan pandangan dalam temuan-temuan dari jenis
penelitian berbeda untuk menyatakan menyatakan beberapa pedoman tentatif bagi
para pemimpin yang berusaha untuk menginspirasikan dan memotivasi pengikut.
Pedoman itu didasarkan pada teori dan temuan penelitian yang meliputi:
1. Menyatakan
misi yang jelas dan menarik
Para
pemimpin transformasional memperkuat visi yang ada atau membangun komitmen
terhadap visi baru. Sebuah visi yang jelas mengenai apa yang dapat dicapai
organisasi atau akan jadi apakah sebuah organisasi itu akan membantu orang
untuk memahami tujuan, sasaran dan prioritas dari organisasi. Hal ini
memberikan makna pada pekerjaan, berfungsi sebagai sebuah sumber keyakinan diri
dan memupuk rasa tujuan bersama. Akhirnya, visi membantu memandu tindakan dan
keputusan dari setiap anggota organisasi, yang amatlah berguna saat orang-orang
atau kelonpok diberikan otonomi dan keleluasaan yang cukup besar dalam
keputusan ke pekerjaan mereka.
Keberhasilan
dari sebuah visi bergantung pada bagaimana baiknya hal ini disampaiakan kepada
orang. Hal ini harus disampaikan berulang kali pada setiap kesempatan dan dalam
cara-cara yang berbeda. Bertemu dengan orang-orang secara langsung untuk
menjelaskan visi itu dan menjawab pertanyaan tentangnya. Barangkali lebih
efektif daripada bentuk komunikasi lainnya. Saat digunakan bentuk komunikasi
yang tidak terlalu interaktif (misalnya,
surat atau pesan email kepada pengikut, artikel newsletter, konferensi berita yang disiarkan ditelevisi, pidato
yang direkam di kaset video), amatlah berguna untuk memberikan kesempatan
kepada pengikut untuk mengajukan pertanyaan setelahnya (misalnya, menggunakan
email, hotline, pertemuan terbuka,
atau kunjungan ke pertemuan Departemen). Aspek ideologis dari sebuah visi dapat
dikomunikasikan dengan lebih jelas dan persuasif dengan bahasa emosional yang
pernuh warna yang meliputi perumpamaan yang hidup, metafora, anekdot, cerita,
simbol dan slogan. Metafora dan analogi amatlah efektif saat membangkitkan
imajinasi dan melibatkan para pendengarnya dalam upaya untuk memahaminya.
Anekdot dan cerita lebih efektif jika mereka lebih efektif jika mereka meminta
simbol yang memiliki akar budaya yang dalam, seperti pahlawan legendaries,
tokoh yang keramat dan cobaan berat dan kemenangan historis. Gaya berbicara
yang dramatis dan ekspresif memperbesar penggunaan bahasa yang penuh warna
dalam melakukan daya tarik emosional. Pendirian dan intensitas perasaan
disampaikan dengan suara si pembaca, ekspresi wajah, sikap dan gerak tubuh.
Penggunaan sajak, ritme dan pengulangan kata-kata dan kalimat penting dapat
membuat visi tersebut menjadi lebih berwarna dan menarik.
2. Menjelaskan
bagaimana visi tersebut dapat dicapai
Tidaklah
cukup hanya menyampaikan sebuah visi yang menarik; pemimpin juga harus
meyakinkan para pengikut bahwa visi itu memungkinkan. Amatlah penting untuk
membuat hubungan yang jelas antara visi itu dengan sebuah strategi yang dapat
dipercaya untuk mencapainya. Hubungan ini lebih mudah dibangun jika strateginya
memiliki beberapa tema jelas yang relevan dengan nilai bersama dari para
anggota organisasi (Nadler, 1998). Tema-tema memberikan label untuk membantu
orang memahami hal-hal dan permasalahan. Jumlah tema haruslah cukup banyak
untuk memfokuskan perhatian pada permasalahan penting, tetapi tidak terlalu
besar hingga menyababkan kebingungan dan membuang energi. Tidak terlalu perlu
untuk menyajikan sebuah rencana yang teliti dengan langkah tindakan yang rinci.
Para pemimpin tidak boleh berpura-pura mengetahui semua jawaban tentang
bagaimana mencapai visi itu, tetapi malahan harus member tahu para pengikut
bahwa mereka akan memiliki sebuah peran penting dalam menemukan tindakan khusus
apa yang diperlukan. Strategi untuk mencapai visi itu paling mungkin berbentuk
persuasif saat strateginya tidak
konvensional namun terus terang. Jika sederhana atau konvensional strategi itu
tidak akan mendatangkan keyakinan ada pemimpin, khususnya saat terdapat sebuah
krisis.
3. Bertindak
secara rahasia dan optimis
Para
pengikut tidak akan meyakini sebuah visi kecuali pemimpinnya memperlihatkan
keyakinan diri dan pendirian. Adalah penting untuk tetap optimis tentang
kemungkinan keberhasilan kelompok itu dalam mencapai visinya, khususnya di
hadapan halangan dan kemunduran sementara. Keyakinan dan optimisme seorang
manajer dapat amat menular. Amatlah baik untuk menekankan pada apa yang telah
dicapai sejauh ini daripada berapa banyak
lagi yang harus dilakukan. Amatlah baik untuk menekankan pada apa yang telah
dicapai sejauh ini daripada berapa banyak lagi yang harus dilakukan. Amatlah
baik untuk menekankan aspek positif dari visi itu daripada halangan dan bahaya
yang akan dihadapi. Keyakinan diperlihatkan baik dalam perkataan maupun
tindakan. Kurangnya keyakinan diri dicerminkan dalam bahasa yang tentatif dan
beberapa isyarat non verbal.
4. Memperlihatkan
keyakinan terhadap pengikut
Pengaruh
yang memberikan motivasi dari sebuah visi tergantung pada dimana bawahan yakin akan kemampuan mereka untuk
mencapainya. Penelitian mengenai “pengaruh Pygmalion” menemukan bahwa orang
memiliki kinerja yang lebih baik saat seorang pemimpin memiliki harapan yang
tinggi bagi mereka dan memperlihatkan keyakinan terhadap mereka. Terdapat
kebutuhan yang lebih besar untuk memupuk keyakinan dan optimism dalam diri
mereka sendiri. Jika tepat, pemimpin harus mengingatkan para pengikut tentang
bagaimana para pengikut dapat mengatasi halangan untuk mencapai kemenangan
sebelumnya. Jika mereka tidak pernah berhasil pemimpin dapat membuat sebuah analogi
antar situasi saat ini dengan keberhasilan dari tim atau unit organisatoris
serupa.
5. Menggunakan
tindakan dramatis dan simbolis untuk menekankan nilai-nilai penting
Sebuah
visi diperkuat dengan perilaku kepemimpinan yang konsisten dengannya. Perhatian
akan nilai atau sasaran diperlihatkan dengan cara bagaimana seorang manajer
menghabiskan waktunya, dengan keputusan alokasi sumber daya yang dibuat saat
terdapat pertukaran antar sasaran, dengan pertanyaan yang ditanyakan manajer,
dan dengan tindakan apa yang dihargai oleh manajer tersebut. Tindakan dramatis
dan jelas terlihat merupakan cara efektif untuk menekankan nilai penting.
Tindakan
simbolis untuk mencapai sebuah sasaran penting atau mempertahankan sebuah nilai
penting akan lebih mungkin memberikan pengaruh saat manajer itu membuat resiko
kerugian pribadi yang cukup besar, membuat pengorbanan diri, atau melakukan
hal-hal yang tidak konvensional. Pengaruh dari tindakan simbolis makin
meningkat saat mereka menjadi subjek dari cerita dan mitos yang tersebar di
antara para anggota organisasi dan diceritakan kembali terus menerus secara
bertahun-tahun kepada karyawan baru.
6. Memimpin
dengan memberikan contoh
Satu
cara seorang pemimpin dapat mempengaruhi komitmen bawahan adalah dengan
menetapkan sebuah contoh dari perilaku yang dapat dijadikan contoh dalam
interaksi keseharian dengan bawahan. Memimpin dengan memberikan contoh
terkadang disebut “pembuatan model peran”. Ini amatlah penting untuk tindakan
yang tidak menyenangkan, berbahaya, tidak konvensional, atau
kontroversial. Seorang manajer yang meminta bawahan untuk mengamati
standar tertentu juga harus mengamati standar yang sama. Seorang manajer yang
meminta bawahan untuk membuat pengorbanan khusus harus menetapkan sebuah contoh
dengan melakukan hal yang sama. Beberapa pemimpin militer yang paling
inspirasional adalah orang-orang yang memimpin orang-orang mereka di peperangan
dan bersama-sama menghadapi bahaya dan keadaan sulit bukannya tinggal di
belakang yang relatif aman dan nyaman. Sebuah contoh negatif diberikan oleh
para eksekutif dalam perusahaan besar yang mengalami kesulitan keuangan.
Setelah meminta karyawan untuk menangguhkan kenaikan gaji yang diharapkan, para
eksekutif menghargai diri mereka sendiri dengan bonus yang besar. Tindakan ini
menciptakan perlawanan di antara karyawan dan merendahkan kesetian mereka
kepada organisasi dan komitmen kepada misinya. Sebuah pendekatan yang lebih
efektif adalah menetapkan sebuah contoh dengan memotong bonus untuk manajemen
puncak sebelum meminta pengorbanan dari
karyawan lain.
7. Memberikan kewenangan kepada orang-orang untuk mencapai
visi itu
Sebuah bagan penting dari kepemimpinan transformasional
adalah memberikan kewenangan kepada orang-orang untuk mencapai visi itu.
Pemberian kewenangan berarti mendelegasikan kewenangan untuk keputusan tentang
bagaimana melakukan pekerjaan kepada orang-orang dan tim. Ini berarti meminta
orang untuk menentukan sendiri cara terbaik untuk menetapkan strategi atau
mencapai sasaran, bukannya memberitahu mereka secara rinci tentang apa yang
harus dilakukan. Ini berarti mendorong bawahan untuk mengusulkan solusi masalah
dan mendukung bawahan yang memegang tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah
itu sendiri. Memberikan kewenangan juga
berarti mengurangi halangan birokrasi atas bagaimana pekerjaan itu dilakukan sehingga orang memiliki lebih
banyak keleluasaan. Akhirnya, memberikan kewenangan berarti memberikan sumber
daya yang memadai bagi bawahan untuk menjalankan sebuah tugas dimana mereka
diberikan tanggung jawab.
C. Kepemimpinan Transaksional (Erdiyansah, 2010)
Model
kepemimpinan transaksional adalah hubungan antara pemimpin dengan pengikut
berdasarkan kesepakatan nilai atau proses pertukaran (transaksi uang).
Transaksi ini diharapkan menguntungkan kedua belah pihak.
Bass
mengemukakan bahwa hubungan pemimpin transaksional dengan karyawan tercermin
dari tiga hal yakni:
1. Pemimpin
mengetahui apa yang diinginkan karyawan dan menjelasakan apa yang akan mereka
dapatkan apabila kerjanya sesuai dengan harapan;
2. Pemimpin
menukar usaha-usaha yang dilakukan oleh karyawan dengan imbalan; dan
3. Pemimpin
responsif terhadap kepentingan pribadi karyawan selama kepentingan tersebut
sebanding dengan nilai pekerjaan yang telah dilakukan karyawan.
Karakteristik
kepemimpinan transaksional ditunjukkan dengan prilaku atasan sebagai berikut
(Bass dalam Robbins – Judge, 2008) :
1. Imbalan
Kontingen (Contingensi Reward).
Pemimpin melakukan kesepakatan tentang hal-hal
apa saja yang dilakukan oleh bawahan dan
menjanjikan imbalan apa yang akan diperoleh
bila hal tersebut dicapai.
2. Manajemen
dengan pengecualian / eksepsi Aktif (Active Manajemen By exception). Pada
manajemen eksepsi aktif pemimpin memantau deviasi dari standar yang telah
ditetapkan dan melakukan tindakan perbaikan, serta
melakukan tindakan perbaikan.
3. Manajemen
dengan pengecualian / eksepsi pasif (Pasive Manajemen By exception). Pada
manajemen eksepsi pasif pemimpin melakukan tindakan jika standar tidak
tercapai.
Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja adalah sesuatu perasaan yang dimiliki
masing2 individu khususnya dalam menilai kerja. Kepuasan kerja pada dasarnya
merupakan sesuatu yang bersifat individual, setiap individu memiliki tingkat
kepuasan yang berbeda sesuai dengan sistem
nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan
dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya
terhadap kegiatan tersebut, dengan demikian kepuasan merupakan evaluasi yang
menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas
atau tidak puas dalam bekerja.
Kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang menyokong atau
tidak menyokong diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun dengan
kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan
aspek-aspek seperti upah atau gaji yang diterima, kesempatan pengembangan
karir, hubungan dengan pegawai lainnya, penempatan kerja,jenis pekerjaan,
struktur organisasi perusahaan, mutu pengawasan. Sedangkan
perasaan yang berhubungan dengan dirinya, antara lain umur, kondisi kesehatan,
kemampuan, pendidikan.
D. Karakteristik
Pemimpin Transaksional dan
Transformasional
Pemimpin
transaksional (transactional leaders) mengarahkan atau memotivasi bawahannya menjadi
pada tujuan yang telah ditetapkan dengan
cara memperjelas peran dan tugas mereka. Pemimpin transformasional (transformational leaders) menginspirasi
para bawahannya untuk menyampingkan kepentingan pribadi mereka demi kebaikan
organisasi dan mereka mampu memiliki pengaruh yang luar biasa pada diri para
bawahannya. Pemimpin transformasional menaruh perhatian terhadap kebutuhan
pengembangan diri bawahannya, mengubah kesadaran atas isu-isu yang ada dengan
cara membantu orang lain memandang masalah lama dengan cara baru, serta mampu
menyenangkan hati dan menginspirasi bawahannya untuk bekerja keras guna
mencapai tujuan-tujuan bersama.
Karakteristik
pemimpin transaksional dan transformasional (Robbin,
2008)
1.
Pemimpin transaksional
Penghargaan
bersyarat: menjalankan pertukaran kontraktual antara penghargaan dan usaha,
menjanjikan penghargaan untuk kinerja yang bagus, dan mengakui pencapaian yang diperoleh. Manajemen dengan
pengecualian (aktif): mengamati dan mencari penyimpangan dari aturan-aturan dan
standar, serta melakukan tindakan perbaikan. Manajemen dengan
pengecualian (pasif): dilakukan hanya jika standar tidak tercapai. Laissez-Faire:
melepaskan tanggung jawab dan menghindari pengambilan keputusan.
2.
Pemimpin transformasional
Pengaruh
yang ideal: memberikan visi dan misi, menanamkan kebanggaan, serta mendapatkan
respek dan kepercayaan. Motivasi yang inspirasional: mengomunikasikan
ekspektasi yang tinggi, menggunakan simbol-simbol untuk berfokus pada upaya,
dan menyatakan tujuan-tujuan penting secara sederhana. Stimulasi intelektual:
meningkatkan kecerdasan, rasionalitas, dan pemecahan masalah yang cermat. Pertimbangan yang
bersifat individual: memberikan perhatian pribadi, memperlakukan masing-masing
karyawan secara individual, serta melatih dan memberikan saran.
Kepemimpinan
transaksional dan transformasional hendaknya tidak dipandang sebagai pendekatan
yang saling bertentangan. Kedua jenis kepemimpinan ini saling melengkapi,
tetapi tidak berarti keduanya sama penting. Kepemimpinan transformasional lebih
unggul daripada kepemimpinan transaksional.
E.Perbedaan Antara Kepemimpinan Transformasinal dengan Kepemimpinan
Transaksional (Muhtar, 2010)
Menurut para ahli setidaknya terdapat dua gaya kepemimpinan, kepemimpinan
transaksional dan kepemimpinan transformasional. Kedua jenis ini mempunyai cara
pengertian yang berbeda, yang pada gilirannya akan mewujud dalam sistem dan
praktik yang berbeda. Kepemimpinan transformasional adalah sebuah proses yang
memotivasi orang dengan menarik cita-cita dan nilai moral yang lebih tinggi,
mendefinisikan dan mengartikulasikan visi masa depan dan membentuk basis
kredibilitas. Sebaliknya, kepemimpinan transaksional berdasarkan pada standar
birokrasi dan organisasi. Perbedaan
antara gaya kepemimpinan transfomasional dan transaksional dapat didefinisikan
dengan menyebut gaya transformasional sebagai pemimpin inovasi dan gaya
transaksional sebagai manajer perencanaan dan kebijakan. Pandangan lain adalah bahwa gaya transformasional mencipakan jalur baru
dalam sebuah organisasi, sementara gaya transaksional tergantung pada struktur
yang ada. Sedangkan gaya transaksional menggunakan kekuasaan dan kewewenangan
yang telah ada pada organisasi, pemimpin transformasional memotivasi orang untuk bekerja demi tujuan baru yang lebih besar
dan menciptakan perubahan. Kepemimpinan transaksional sebaiknya berada pada
jaringan kekuasaan; akan tetapi, kepemimpinan transformasional memberikan
motivasi yang lebih tinggi dan menambahkan kualitas hidup pada orang dan
organisasi. Kepemimpinan trasformasional memberikan karakteristik yang
menghasilkan tenaga yang memicu perubahan baru bagi organisasi, yang tidak
dapat di hasilkan pada
kepemimpinan transaksional. Pemimpin transformasional yang
bagus menggunakan kewenangan dan kekuasaan untuk
memberikan semangat dan motivasi orang agar percaya dan mengikuti teladannya.
F. Cakupan
Utuh Model Kepemimpinan
Laissez-faire
adalah model yang paling pasif dan karena itu merupakan perilaku pemimpin yang
paling tidak efektif. Para pemimpin yang menggunakan gaya ini jarang dianggap
efektif. Manejemen dengan pengecualian entah aktif ataukah pasif sedikit lebih
baik daripada Laissez-faire, tetapi
masih dianggap tipe kepemimpinan yang tidak efektif. Pemimpin yang menerapkan
manajemen dengan pengecualian cenderung hanya memberikan reaksi saat ada
masalah, yang seringkali sudah terlambat.
Kepemimpinan
yang memberikan penghargaan bersyarat bisa menjadi gaya kepemimpinan yang
efektif. Namun, pemimpin seperti ini tidak bisa mendorong bawahannya untuk
brekerja di luar cakupan tugasnya. Hanya dengan empat gaya kepemimpinan yang
lain semuanya merupakan aspek dari kepemimpinan transformasional, pemimpin bisa
memotivasi karyawan untuk bekerja di atas ekspektasi dan mengorbankan
kepentingan pribadi mereka demi kepentingan organisasi. Perhatian individual,
stimulasi intelektual, motivasi inspirasional dan pengaruh yang ideal,
seluruhnya mendorong bawahan untuk bekerja lebih keras, meningkatkan
produktivitas, memiliki moral kerja serta kepuasan kerja yang lebih tinggi,
meninggikan efektivitas organisasi, meminimalkan perputaarn karyawan,
menurunkan tingkat kehadiran, dan memiliki kemampuan menyesuaikan diri secara
organisasional yang lebih tinggi. Berdasarkan model ini, pemimpn umumnya paling
efektif bila mereka secara rutin menerapkan masing-masing dari keempat perilaku
transformasional.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Beberapa definisi kepemimpinan
menggambarkan asumsi bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang, baik
individu maupun kelompok. Seorang pemimpin adalah seorangyang aktif membuat
rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan percobaan dan memimpin pekerjaan
untuk mencapai tujuan bersama. Teori kepemimpinan adalah penggeneralisasian
satu seni perilaku pemimpin di konsep kepemimpinannya dengan menonjolkan latar
belakang sejarah kepemimpinan, sebab munculnya pemimpin, tipe dan gaya
kepemimpinan serta syarat-syarat kepemimpinan. Karakteristik seorang pemimpin
didasarkan padaa prinsip-prinsip belajar seumur hidup, berorientasi pada
pelayanan dan membawa energi positif. Tujuan manajemen dapat tercapai jika
organisasi memiliki pemimpin yang handal. Serta bagaimana kita menggunakan
teori dan konsep kepemimpinan, sehingga tercipta pembangunan yang efektif dan good governance dapat terwujud.
DAFTAR RUJUKAN
Erdiyansah. 2010. Kepemimpinan Transformasional
dan Kepemimpinan Transaksional, Pengaruhnya
terhadap Kepuasan Kerja Pegawai, (Online), (http://kepemimpinantrnsformasionaldan kepemiminantransaksional,pengaruhnyatehadapkepuasan keja pegawaiisokunikilblog.html), diakses 14
September 2012.
Muhtar, Muhamad Juaini. 2010. Kepemimpinan Transformasional dan Kepemimpinan
Transaksional (Belajar Menjadi Seorang Pemimpin yang Bijak, (Online), (http://kepemimpinantransformasionaldankepemimpinantransaksional(belajarmenjadiseorangpemimpinangbijak)layarstonekampungmedia.html), diakses 14 September 2012.
Robbin,
Stephen P. 2008. Perilaku Organisasi:
Organizational Behavior. Jakarta: Salemba Empat.
Usman, Husaini. 2009. Manajemen
Teori, Praktik dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Yukl, Gary. 2010. Kepemimpinan dalam Organisasi Edisi Kelima (Leadership in
Organization). New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
assalamualaikum mba Indri saya Eneng Sri Mulyani. ada kesaamaan mengenai judul penelitiannya dengan tugas yang sedang saya buat. ada beberapa hal yang ingin saya tanya kepada mba Indri. jika bersedia membantu saya, ini alamat email saya "mulyani_bayan@yahoo.com" saya tunggu untuk emailnya . terima kasi banyak
BalasHapus